Pendidikan adalah
hal yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Karena perkembangan dan kemajuan
suatu bangsa dapat diukur melalui tingkat dan kualitas pendidikan serta tingkat
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan merupakan salah satu kunci
penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun,
sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki
keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu, hal ini disebabkan
antara lain karena mahalnya biaya pendidikan dan orang miskin memang
tidak ada biaya untuk pendidikan dikarenakan lebih mengutamakan biaya untuk
makan.
Krisis global
semakin membuat kehidupan yang sudah sulit menjadi semakin rumit bahkan telah
menjadi suatu dilema dan masalah klasik yang tidak pernah kunjung selesai. Permasalahan yang kian nampak dan semakin menjadi-jadi adalah
semakin meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia yang berdampak pada
rendahnya tingkat pendidikan yang dapat dirasakan oleh mereka. Terkait dengan kemiskinan ini, publikasi dari BPS tanggal 2 Juli 2007, menyebutkan
jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di
Indonesia pada bulan Maret 2007 mencapai 37,17 juta (16,58 persen).
Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin bulan Maret 2006 yang berjumlah
39,30 juta (17,75 persen). Badan Pusat Statistik memperkirakan, jumlah
penduduk Indonesia pada 2010 mencapai 234,2 juta atau naik dibanding jumlah
penduduk 2000 yang mencapai 205,1 juta jiwa (KOMPAS.com Rabu, 23 Juni 2010). Dari data jumlah penduduk
tersebut angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi. Menteri
Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana mengatakan, jumlah
penduduk miskin di Indonesia saat ini mencapai 31 juta jiwa (data ini
masih menjadi perdebatan karena BPS dinilai telah memanipulasi data jumlah
penduduk miskin). Sebanyak 78 persen di antaranya hidup di daerah Jawa dan
Sumatera (Kompas.com Selasa 13 Juli 2010). memang jumlah penduduk
miskin mengalami penurunan. Angka-angka tersebut adalah manifestasi dari
kemiskinan yang berbanding lurus dengan tingkat pendidikan penduduk suatu
negara. Kemiskinan itu pula yang menyebabkan sebagian masyarakat di negara ini
lebih mengedepankan urusan perut untuk bertahan hidup daripada memikirkan
bagaimana untuk membayar sekolah. Sehingga sudah dapat dipastikan masyarakat
akhirnya terus terpuruk dalam belenggu kemiskinan.
Masalah pada
dasarnya merupakan pernyataan suatu kondisi secara “negatif” sedangkan
kebutuhan menyatakan secara “positif”. Masyarakat mengalami bencana adalah
suatu pernyataan masalah, tetapi masyarakat memerlukan bantuan makanan,
pakaian, obat-obatan dan lain-lain adalah pernyataan kebutuhan.
Masalah sosial
secara luas dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara harapan dan kenyataan
atau sebagai kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang seharusnya
(Janssen dalam Edi Suharto).
karakteristik
masalah sosial (Edi Suharto) adalah sebagai berikut :
1. Kondisi
yang dirasakan oleh banyak orang
Pada tahun 2008
pemerintah mendata bahwa ada sekitar 19,1 juta rumah tangga atau 76,4 juta
rakyat miskin yang memerlukan bantuan sosial.
2. Kondisi
yang dinilai tidak menyenangkan
Tidak bersekolah
atau putus sekolah dan miskin tentunya merupakan suatu hal yang tidak
menyenangkan atau tidak mengenakan.
3. Kondisi
yang menuntut pemecahan
Suatu yang tidak
menyenangkan senantiasa menuntut adanya pemecahan masalah. Seperti halnya
Masalah pendidikan untuk rakyat miskin. Umumnya suatu kondisi dianggap perlu
dipecahkan jika masyarakat merasa bahwa kondisi tersebut memang dapat
dipecahkan.
4. Pemecahan tersebut
harus dilakukan melalui aksi sosial secara kolektif
Masalah sosial
berbeda dengan masalah individual. Masalah individual dapat diatasi secara
individual, tetapi masalah sosial hanya dapat diatasi melalui rekaya sosial
seperti aksi sosial, kebijakan sosial atau perencanaan sosial, karena penyebab
dan akibatnya bersifat multidimensional dan menyangkut banyak
orang. Kemiskinan merupakan permasalahan kemanusiaan purba. Ia
bersifat laten dan aktual sekaligus. Ia telah ada sejak peradaban manusia ada
dan hingga kini masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun.
Kemisikinan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi persoalan kemanusiaan
lainnya, seperti keterbelakangan, kebodohan (kurang pendidikan),
ketelantaran, kematian dini. Permasalahan buta huruf, putus sekolah,
anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia (human trafficking) tidak bisa
dipisahkan dari masalah kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan, beragam
kebijakan dan program telah disebar-terapkan, berjumlah dana telah dikeluarkan
demi menanggulangi kemiskinan. Tak terhitung berapa kajian dan ulasan telah
dilakukan di universitas, hotel berbintang, dan tempat lainnya. Pertanyaannya:
mengapa kemisikinan masih menjadi bayangan buruk wajah kemanusiaan kita hingga
saat ini? (Edi Suharto)
Badan Pusat
Statistik memperkirakan, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 mencapai 234,2
juta atau naik dibanding jumlah penduduk 2000 yang mencapai 205,1 juta
jiwa (
KOMPAS.com Rabu, 23 Juni 2010). Dari data jumlah
penduduk tersebut angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi.
Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana
mengatakan, jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini mencapai 31 juta
jiwa (data ini masih menjadi perdebatan karena BPS dinilai telah memanipulasi
data jumlah penduduk miskin). Sebanyak 78 persen di antaranya hidup di daerah
Jawa dan Sumatera (Kompas.com Selasa 13 Juli 2010).
Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Para pendiri
bangsa meyakini bahwa peningkatan taraf pendidikan merupakan salah satu kunci
utama mencapai tujuan negara yakni bukan saja mencerdaskan kehidupan bangsa,
tetapi juga menciptakan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban
dunia. Pendidikan mempunyai peranan penting dan strategis dalam
pembangunan bangsa serta memberi kontribusi signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial. Pendidikan akan menciptakan
masyarakat terpelajar (educated people) yang menjadi prasyarat terbentuknya
masyarakat yang maju, mandiri, demokratis, sejahtera, dan bebas dari
kemiskinan. Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) dan (2)
menegaskankan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Perintah UUD 1945
ini diperkuat oleh UU Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang disahkan 11 Juni
2003. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang
sama atas pendidikan. Kaya maupun miskin. Namun, dalam realitasnya, sampai saat
ini dunia pendidikan kita juga masih dihadapkan pada tantangan besar untuk
mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan
pada tahun 2008 adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan
pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar. Selanjutnya,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib
memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat
pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang
sederajat). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal
5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan pasal 11, ayat (1) menyatakan
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi”.
B. Deskripsi Masalah
Masalah pendidikan
untuk rakyat miskin muncul dikarenakan berbagai faktor
seperti, kecenderungan meningkatnya biaya pendidikan, pembiayaannya
ditanggung sendiri dalam sistem tunai. Menurut data Susenas 2003, masih
tingginya angka putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan itu lebih
banyak bersumber pada persoalan ekonomi, karena banyak di antara anak-anak usia
sekolah dasar itu berasal dari keluarga miskin. Kenaikan
biaya pendidikan semakin sulit diatasi oleh kemampuan penyediaan dana
pemerintah maupun masyarakat. Peningkatan biaya itu mengancam akses dan mutu
pelayanan pendidikan dan karenanya harus dicari solusi untuk
mengatasi masalah pembiayaanpendidikan ini.
C. Kebijakan Yang Telah Ada
1. Wajib Belajar 9 Tahun
Negeri ini
telah lebih dari 20 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun
dan telah 10 tahun melaksanakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan
kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau
oleh kemampuan masyarakat banyak. Apabila perlu, pendidikan dasar enam tahun
seharusnya dapat diberikan pelayanan secara gratis karena dalam pendidikan
dasar enam tahun atau sekolah dasar kebutuhan mendasar bagi warga negara mulai
diberikan. Di sekolah dasar inilah anak bangsa diberikan tiga kemampuan dasar,
yaitu baca, tulis, dan hitung, serta dasar berbagai pengetahuan lain. Setiap
wajib belajar pasti akan dimulai dari jenjang yang terendah, yaitu sekolah
dasar.
2. Kompensasi BBM untuk
pendidikan
Diantara program
pemerintah untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia yaitu dengan mengurangi
subsidi pemerintah terhadap BBM. Dana subsidi tersebut selanjutnya digunakan
untuk program beasiswa kepada siswa-siswi yang kurang mampu dan berprestasi.
3. Bantuan Operasional Sekolah
(BOS)
Salah satu program
di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan
bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang
tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung
pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada
sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya
pendidikan yang harus ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada
sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah
pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah murid.
4. Program Keluarga Harapan
(PKH)
Program keluarga
Harapan (PKH) merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH
merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH
berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK),
baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim
Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik.
Penerima bantuan
PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15
tahun (usia sekolah) dan/atau ibu hamil/nifas. Bantuan tunai hanya
akan diberikan kepada RTSM yang telah terpilih sebagai peserta PKH dan mengikuti
ketentuan yang diatur dalam program.
Agar penggunaan
bantuan dapat lebih efektif diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan
kesehatan, bantuan harus diterima oleh ibu atau wanita dewasa yang mengurus
anak pada rumah tangga yang bersangkutan (dapat nenek, tante/bibi, atau kakak
perempuan). Untuk itu, pada kartu kepesertaan PKH akan tercantum nama
ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. Pengecualian dari
ketentuan di atas dapat dilakukan pada kondisi tertentu dengan mengisi formulir
pengecualian di UPPKH kecamatan yang harus diverifikasi oleh ketua RT setempat
dan pendamping PKH. Ketentuan lebih lanjut diatur
dalam Pedoman Operasional
D. Pilihan-Pilihan Kebijakan
Untuk mewujudkan
pendidikan yang murah bagi kalangan miskin, ada beberapa langkah kongkrit dan
strategis yang bisa diambil seperti ;
- Janganlah kemiskinan dijadikan
penyebab terhambatnya anak bangsa untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan
yang bermutu harus bisa diakses dan dinikmati oleh segenap komponen anak
bangsa secara adil dan merata. Dan, negara harus menanggung sepenuhnya
segala biaya pendidikan mereka. Mereka harus dibebaskan dari beban biaya
pendidikan.
- Pengalokasian anggaran pendidikan dari
APBN dan APBD. Pemerintah dan pemerintah daerah harus fokus pada bagaimana
anggaran 20% bisa direalisasikan dengan nyata dan konsisten. UUD 1945
Pasal 31 ayat (4) mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan, UU No. 20/2003
tentang Sisdiknas Pasal 49 ayat (1) menegaskan bahwa dana pendidikan
selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal
20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.
- Guru atau profesi guru adalah profesi
khusus. Profesi guru tidak sama dengan pegawai negeri lain. Tugasnya
terikat pada waktu dan tempat. Karena itu, penggajian pada guru harus
berbeda dari pegawai negeri lainnya, agar mereka dapat bekerja dengan
tenang dan tidak perlu memikirkan untuk pungutan-pungutan yang tidak sah.
- Dengan program pendidikan murah dan
berkualitas bagi masyarakat, termasuk bisa dinikmati masyarakat miskin,
maka hak asasi sosial ekonomi-budaya bisa dipenuhi. Negara pun bisa
mewujudkan program MDGs (millennium development goals) untuk mencerdaskan
kehidupan masyarakat, sekaligus memenuhi tujuan negara sesuai
Pembukaan UUD 45 alinea keempat.
- Asuransi pendidikan komersial bagi
masyarakat miskin yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi swasta
yang polisnya dibayar atau ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.
Manfaatdari asuransi pendidikan komersial ini adalah agar semua rakyat
miskin dapat bersekolah disemua tempat baik itu milik pemerintah maupun
milik swasta
Analisis pembiayaan
pendidikan berbasis subsidi silang. Artinya, pihak-pihak yang memang mampu
(perusahaan, masyarakat, orangtua, dan lainnya) layaklah diminta untuk
memberikan kontribusi besar/banyak ke pendidikan (CSR pendidikan),
sementara mereka yang tidak mampu harus disubsidi dari uang kontribusi mereka
yang mampu. Dengan kata lain, dunia pendidikan kita harus semakin adil demi
peningkatan mutu, adil di mata pemerintah, sekolah, dan masyarakat.
E. Kesimpulan Dan Rekomendasi
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. UUD
1945 mengamanatkan bahwa Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.
2. Pendidikan
menjadi salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu.
3. Tanggung
jawab dalam mengatasi masalah pendidikan untuk rakyat miskin bukan saja
terletak pada pemerintah, namun merupakan tanggung jawab kita bersama termasuk
dari kalangan dunia usaha/swasta.
Kepada pemerintah
baik pusat maupun daerah hendaknya dapat benar-benar menerapkan anggaran
20% untuk pendidikan dan bisa direalisasikan dengan
nyata serta konsisten. UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) mengamanatkan bahwa
negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan
APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Bahkan, UU
No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 49 ayat (1) menegaskan bahwa dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.
Pendidikan jangan
dikomersialisasikan karena hanya akan menambah beban bagi rakyat miskin atau
tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Sumber Bacaan
Suharto, Edi.
2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan
Publik. Bandung:
Alfabeta.
Suharto, Edi.
2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial
di Indonesia: Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung: Alfabeta.