BANDA ACEH - Puluhan mahasiswa di Aceh yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Pusat Barisan Muda Mahasiswa Aceh (DPP-BM2A) melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Minggu (18/3).
Massa berangkat dari Hotel Rajawali, Banda Aceh usai mereka mengikuti pelatihan pengkaderan BM2A di hotel tersebut. Massa yang menggunakan sepeda motor tiba di Bundaran Simpang Lima sekitar pukul 15.00 WIB, selain membawa poster dan spanduk berisi penolakan terhadap kenaikan harga BBM, para mahasiswa ini juga secara bergantian berorasi menolak rencana pemerintah pusat itu.
Koordinator aksi, Zulkifli dalam orasinya mengatakan rencana pemerintah pusat menaikkan harga BBM, khususnya bensin dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 per liter merupakan kebijakan inkostitusional dan bertentangan dengan aspirasi rakyat.
Karena itu, katanya, kebijakan yang rencananya diberlakukan 1 April 2012 harus dilawan oleh semua warga. “Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM menjadi bukti bahwa Presiden SBY tidak pernah mau peduli dengan kondisi rakyatnya. Masyarakat harus bersatu menolak kebijakan tersebut,” teriak Zulfifli.
Menurutnya, jika BBM naik secara otomatis semua harga barang, termasuk harga kebutuhan pokok akan naik sehingga mengakibatkan rakyat menderita. Aksi ini dikawal oleh personel Polresta Banda Aceh, sehingga tidak sampai menimbulkan kemacetan.
Para mahasiswa dan mahasiswi ini berjalan memutari Bundaran Simpang Lima sambil membacakan peryataan sikap menolak kenaikan harga BBM. Aksi serupa, juga dilakukan oleh massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Banda Aceh sehari sebelumnya. Massa BM2A juga menuntut Pemerintah Pusat membatalkan rencana kenaikan harga BBM.
sumber : http://aceh.tribunnews.com/2012/03/19/mahasiswa-tolak-kenaikan-bbm
Senin, 19 Maret 2012
KASUS PELANGGARAN HAM YANG SEMAKIN MARAK DI INDONESIA
Kasus Mesuji beberpa waktu lalu menjadi sorotan bukan hanya publik dunia tapi juga publik di Indonesia sendiri .
Yang paling disayangkan kasus itu menjadi tamparan keras bagi kita karena Kasus mesuji ini menambah panjang daftar pelanggaran HAM di Indonesia.
Selain itu ditabah lagi dengan kasus yang menimpa anak punk di aceh yang diangkat oleh media asing menjadi sorotan dunia dengan seketika.
Indonesia yang sangat menjunjung tinggi HAM malah kini semakin terlihat buruk di mata publik dengan banyak nya kasus pelanggaran HAM oleh beberpa pihak baik dari kalangan sipil atau militer.
Yang terbaru adalah kasus yang terjadi di Bima ,NTB yang menambah daftar panjang kasus pelanggaran HAM di negara kita ini.
Ini sangat ironis karena kasus mesuji masih belum kelar sudah ditambah lagi kasus di NTB yang juga membawa instasi kepolisian di dalamnya.
Kasus HAM di Indonesia memang selalu menjadi bahan utama dalam setiap berita,ini karena negara kita adalah negara yang memebrikan perlindungan HAM kepada setiap warganya secara penuh.
Banyak kasus pelanggaran HAM di Indonesia selalu lama dalam penyeleseian kasusnya.
Ini sangat sejalan ketika menanggapi kasus korupsi yang juga lama dalam penyeleseiannya.
Kasus Mesuji contohnya,kasus ini terus bergulir di permukaan tanpa ada banyak kemajuan berarti ,hanya kita mendengar laporan ini dan itu.
Tapi memang menyangkut kasus yang berat hal itu wajar saja dan kita juga harus melihat apakah Kepolisian kita cukup teliti dan cepat dalam menanggapi kasus Mesuji ini.
Pindah ke kasus demo di NTB,
kita melihat dimana warga yang demo dan memang melakukan perusakan fasilitas umum namun disini kita juga melihat bagaimana Polisi juga tidak cukup tepat dalam menanggapinya.
2 Korban tewas sudah cukup membuat masyarakat semakin memandang negatif kepolisian kita.
Ingat kasus Freeport di Papua,Mesuji ,dan kini di NTB.
Semua kasus ini semakin mencoret nama kepolisian yang kita ketahui mereka sedang gencar - gencar nya mengkampanyekan diri kalau Kepolisian adalah teman rakyat yang tidak harus ditakuti dan merupakan pengayom kita.
Namun dengan banyak nya kasus pelanggaran HAM yang sering melibatkan Kepolisian,bagaimana ke depannya rakyat akan melihat hal ini ?
Kepolisian pun harus segera bertindak cepat agar stigma ini tidak berlanjut.
usut kasusnya secara adil dan yakinkan rakyat kalau Kepolisian adalah pengayom yang adil dan tepat.
Semoga hal ini menjadi bahan pertimangan kita juga pemerintah untuk selalu bertindak cepat,tegas,adil,dan konsisten.
sumber :http://narutomourahclub.blogspot.com/2011/12/kasus-pelanggaran-ham-yang-semakin.html
Yang paling disayangkan kasus itu menjadi tamparan keras bagi kita karena Kasus mesuji ini menambah panjang daftar pelanggaran HAM di Indonesia.
Selain itu ditabah lagi dengan kasus yang menimpa anak punk di aceh yang diangkat oleh media asing menjadi sorotan dunia dengan seketika.
Indonesia yang sangat menjunjung tinggi HAM malah kini semakin terlihat buruk di mata publik dengan banyak nya kasus pelanggaran HAM oleh beberpa pihak baik dari kalangan sipil atau militer.
Yang terbaru adalah kasus yang terjadi di Bima ,NTB yang menambah daftar panjang kasus pelanggaran HAM di negara kita ini.
Ini sangat ironis karena kasus mesuji masih belum kelar sudah ditambah lagi kasus di NTB yang juga membawa instasi kepolisian di dalamnya.
Kasus HAM di Indonesia memang selalu menjadi bahan utama dalam setiap berita,ini karena negara kita adalah negara yang memebrikan perlindungan HAM kepada setiap warganya secara penuh.
Banyak kasus pelanggaran HAM di Indonesia selalu lama dalam penyeleseian kasusnya.
Ini sangat sejalan ketika menanggapi kasus korupsi yang juga lama dalam penyeleseiannya.
Kasus Mesuji contohnya,kasus ini terus bergulir di permukaan tanpa ada banyak kemajuan berarti ,hanya kita mendengar laporan ini dan itu.
Tapi memang menyangkut kasus yang berat hal itu wajar saja dan kita juga harus melihat apakah Kepolisian kita cukup teliti dan cepat dalam menanggapi kasus Mesuji ini.
Pindah ke kasus demo di NTB,
kita melihat dimana warga yang demo dan memang melakukan perusakan fasilitas umum namun disini kita juga melihat bagaimana Polisi juga tidak cukup tepat dalam menanggapinya.
2 Korban tewas sudah cukup membuat masyarakat semakin memandang negatif kepolisian kita.
Ingat kasus Freeport di Papua,Mesuji ,dan kini di NTB.
Semua kasus ini semakin mencoret nama kepolisian yang kita ketahui mereka sedang gencar - gencar nya mengkampanyekan diri kalau Kepolisian adalah teman rakyat yang tidak harus ditakuti dan merupakan pengayom kita.
Namun dengan banyak nya kasus pelanggaran HAM yang sering melibatkan Kepolisian,bagaimana ke depannya rakyat akan melihat hal ini ?
Kepolisian pun harus segera bertindak cepat agar stigma ini tidak berlanjut.
usut kasusnya secara adil dan yakinkan rakyat kalau Kepolisian adalah pengayom yang adil dan tepat.
Semoga hal ini menjadi bahan pertimangan kita juga pemerintah untuk selalu bertindak cepat,tegas,adil,dan konsisten.
sumber :http://narutomourahclub.blogspot.com/2011/12/kasus-pelanggaran-ham-yang-semakin.html
Memberantas aksi premanisme dan anarkisme di indonesia
MEMBERANTAS AKSI PREMANISME DAN ANARKISME DI INDONESIA
Walau begitu kami tetap mengikuti segala macam berita yang ada di tengah kesibukan yang mendera kami.
Kali ini kami mencoba mengangkat kasus yang belakangan ini sering terjadi di negara kita yang membuat kita sepertinya harus menulis hal ini dan membagikan kepada teman semua.
Aksi Premanisme beberapa hari ini telah menjadikan dunia berita di indonesia semakin memanas.
kemunculan blog berbau kriminal yang santer diberitakan saat ini membuat kita semakin bertanya apakah benar ini adalah Indonesia yang kita ketahui selama ini ?
Di manakah rasa kemanusiaan itu berada ketika ada seseorang yang malah menjadikan jasa membunuh sebagai sebuah jalan mencari penghasilan mereka.
bagaimanakah hal itu bisa terjadi ,mari kita bahas secara ringan dengan beberapa masukan kami berikut ini .semoga bermanfaat.
Sebuah aksi kriminalitas terjadi bukan tanpa sebab,kalau ada tanpa sebab maka kita anggap orang tersebut gila.
lantas apa sebab nya ?
pasti teman semua tahu apa itu yang namanya Premanisme dan anarkisme kan.
Kedua hal itu adalah bagian yang tak terpisahkan dari sebuah tragedi kriminalitas terjadi.
Dari adanya aksi premanisme dan anarkisme itulah maka kriminalisme timbul.
bakat dari manakah ini dan bagaimana munculnya ?
Premanisme dan anarkisme adalah apa yang kita dapat dari kecil.
jadi untuk mengatasi hal ini maka kita harus memulainya dari paling bawah bagaimana manusia membentuk kepribadiannya.
ketika kecil mungkin kita menganggap enteng jika anak kita meminta jajan milik temannya dengan paksa,namun bagi orang tua jangan menganggap ini hal yang bisa dan segera pengertian kalau mengambil paksa itu tidak baik dengan bahasa yang tepat.
Hal kecil seperti inilah yang menimbulkan apa yang namanya sebuah jiwa premanisme pada diri seseorang dan jika dibiarkan maka si anak akan menganggap sebuah kekuasaan itu mudah didapat dengan menghalalkan segala cara.
Dari aksi preman kecil ini maka akan menimbulkan tindakan lebih tinggi yang bisa kita anarkisme yang akan membawa lebih banyak pihak dan jika tidak terkontrol maka akan kita dapati mafia - mafia yang siap melakukan apa saja.
jadi tindakan preventif adalah melakukan pembentukan karakter yang baik sejak dini dan ini harus dilakukan orang tua kepada si anak.
lantas jika hal ini terjadi pada orang yang dewasa bagaimana ?
tentu hal yang paling tepat adalah Konseling dan penerapan doktrin yang baik dan positif.
lantas bagaimana jika kita ingin memperbaiki dari diri kita sendiri ?
Inilah yang paling bagus,sesuatu hal yang dimulai dari niat diri sendiri aadalah perbuatan yang sangat bijak.
Melatih sabar dan menerima pendapat orang lain adalah hal awal yang dapat kita lakukan.
Kemudian mencoba tidak memaksakan keinginan kita kepada seseorang dan menghindarkan dari sifat serakah dan tempramental.
jika kita dapat melakukan dengan baik maka premanisme dan anarkisme tidak akan ada di Indonesia.
Jika hal itu tidak ada maka kriminalitas akan berkurang juga.
Oleh karena itu melatih kesabaran adalah hal yang paling utama dalam mengatasi sifat premanisme pada diri kita.
Manusia tidak akan pernah lepas dari nafsu namun kita dapat mencegahnya dan mengalihkan kepada hal yang baik.
Coba kita ubah nafsu kita dari keinginan kita merokok menjadi menabung,tentu akan lebih bermanfaat kan ?
So semua tergantung pada diri kita masing - masing.
Semoga Indonesia damai sejahtera dan dipenuhi dengan pemuda - pemudi yang loyal pada negara dan berprestasi namun yang positif tentunya.
sekian dan terima kasih.
sumber :http://narutomourahclub.blogspot.com/2012/03/memberantas-aksi-premanisme-dan.html
Bencana di indonesia
Secara geologis letak wilayah Indonesia yang dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasifik di sebelah timur menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan rawan terjadi bencana. Bencana alam yang sering terjadi di wilayah Indonesia antara lain : banjir, kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi dan tanah longsor. Masih jelas dalam ingatan kita rentetan kejadian bencana alam yang banyak menyebabkan terjadinya korban jiwa, seperti tragedi tsunami di Aceh dan Nias, gempa bumi dahsyat di tasikmalaya serta padang, tanah longsor di cianjur, bahkan banjir di berbagai daerah yang kerap datang setiap musim hujan. Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam mengantisipasi terjadinya bencana alam. Mulai dari persiapan peralatan untuk mendeteksi terjadinya bencana seperti misalnya pada bencana tsunami dan gunung meletus, pembuatan jenis bangunan yang tahan terhadap bencana gempa, pengelolaan tata kota dan kesadaran warga masyarakat untuk menanggulangi bencana banjir ataupun pemeliharaan daerah hulu sungai dan pegunungan serta hutan untuk mencegah terjadinya tanah longsor. Untuk masalah yang berkaitan dengan keadaan lingkungan, tentu hal ini juga membutuhkan peran serta aktif dari masyarakat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan yang dapat dimulai dari lingkungan disekitar tempat tinggalnya. Seringkali karena bencana alam datang secara tiba-tiba, kita menjadi panik dan tidak tahu apa yang harus dilakukan, yang terpikirkan adalah untuk segera lari menyelamatkan diri. Masalah yang lain-lain seperti rumah dan harta benda tidak akan terpikirkan sama sekali. Walaupun demikian tidak ada salahnya untuk mempersiapkan diri terhadap kemungkinan terjadinya bencana, dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen penting yang ada didalam rumah. Hal ini dimaksudkan apabila bencana sudah selesai, maka para korban bencana pun masih harus tetap melanjutkan hidup dan dokumen tersebut dapat digunakan untuk bekal melanjutkan hidup. Sebaiknya satukan dokumen-dokumen penting yang ada didalam 1 tas yang mudah untuk dibawa keluar saat akan menyelamatkan diri. Dokumen-dokumen tersebut dapat berupa :
Apabila terjadi kejadian bencana, maka rasa panik, bingung dan ketakutan akan segera menyerang. Tak jarang jatuhnya korban jiwa lebih karena disebabkan ketakutan dan kepanikan yang terjadi bukan karena akibat langsung dari terjadinya bencana. Berikut hal-hal yang dapat dijadikan pedoman untuk menghadapi terjadinya bencana supaya dapat menghindari adanya korban jiwa.
|
Senin, 12 Maret 2012
Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia, dilihat dari Sudut Pandang Etika Bisnis
Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup tinggi. Contoh di bidang perbankan khususnya, keberadaan UU No. 10 Tahun 1998 ternyata tidak cukup ampuh menjerat atau membuat jera para pelaku KKN. Dari data yang ada , diketahui ada beberapa kasus yang cukup mencolok dengan nominal kerugian negara yang cukup besar.
Sebutlah kasus penyelewengan dana BLBI yang sampai saat ini sudah berlangsung hampir 10 tahun tidak selesai. Para tersangka pelakunya masih ada yang menghirup udara bebas, dan bahkan ada yang di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan aktivitas bisnisnya. Yang lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang melibatkan salah satu pejabat Jampidsus baru- baru ini.
Kasus perbankan lain yang cukup menarik perhatian masyarakat adalah LC fiktif yang merugikan Negara sampai 1.7 Triliun, jumlah uang yang cukup fenomental jika dilihat dari jumlah pelaku yang beberapa gelintir saja. Ini lebih besar dari laba bersih setahun yang bisa diraih BNI tahun 2004.
Peraturan yang mengatur bisnis perbankan sudah cukup lengkap. Sebut saja UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi yang diancamkan. Sistem audit baik Internal maupun eksternal juga sudah sedemikian lengkap mengatur pengawasan operasional perbankan. Namun masih saja bisa di cari-cari celah untuk melakukan penyimpangan.
Informasi dari berbagai media menyatakan bahwa jumlah para pelaku kejahatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dari kalangan pebisnis di Indonesia masih cukup banyak. Padahal sudah banyak Undang – undang dan aturan yang merupakan rambu–rambu yang mengatur tentang kegiatan usaha . Pertanyaannya adalah, mengapa para pelaku kejahatan masih saja berani menyimpang dan berbuat curang dalam kegiatan bisnisnya?
1. Seputar Definisi Korupsi
Korupsi adalah persoalan klasik yang telah lama ada. Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Menurut Onghokham pemisahan keuangan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan kata lain korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal. Konsepsi mengenai korupsi baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya.
Prinsip ini muncul di Barat setelah adanya Revolusi Perancis dan di negara-negara Anglo-Sakson, seperti Inggris dan Amerika Serikat, timbul pada permulaan abad ke-19. Sejak itu penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal keuangan, dianggap sebagai tindak korupsi.
Demokrasi yang muncul di akhir abad ke-18 di Barat melihat pejabat sebagai orang yang diberi wewenang atau otoritas (kekuasaan), karena dipercaya oleh umum. Penyalahgunaan dari kepercayaan tersebut dilihat sebagai penghianatan terhadap kepercayaan yang diberikan. Konsep demokrasi sendiri mensyaratkan suatu sistem yang dibentuk oleh rakyat, dikelola oleh rakyat dan diperuntukkan bagi rakyat.
Konsep politik semacam itu sudah barang tentu berbeda dengan apa yang ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dalam konsep kekuasaan tradidonal raja atau pemimpin adalah negara itu sendiri. Ia tidak mengenal pemisahan antara raja dengan negara yang dipimpinnya. Seorang raja atau pemimpin dapat saja menerima upeti dari bawahannya atau raja menggunakan kekuasaan atau kekayaan negara guna kepentingan dirinya pribadi atau keluarganya.
Perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai korupsi, kekuasaan politik yang ada di tangan raja bukan berasal dari rakyat dan ia rakyat sendiri menganggap wajar jika seorang raja memperoleh manfaat pribadi dari kekuasaannya tersebut.
Pengertian korupsi dalam arti modern baru terjadi kalau ada konsepsi dan pengaturan pemisahan keuangan pribadi dan sebagian pejabat sangat penting, sebab seorang raja tradisional tidak dianggap sebagai koruptor jika menggunakan uang negara, karena raja adalah negara itu sendiri. Namun secara tidak sadar sebenarnya konsepsi tentang anti korupsi sudah ada sejak lama, bahkan sebelum pemisahan kekuasaan politik secara modern dikenal. Justru dimana tidak adanya pemisahan antara keuangan dari raja/pejabat negara dengan negara itulah yang memunculkan konsepsi anti korupsi.
Dengan demikian korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Definisi ini hampir sama artinya dengan definisi yang dilontarkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Menko Wasbang tentang menghapus KKN dari perekonomian nasional, tanggal 15 Juni 1999, pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut meliputi:
a. Pelaksanaan pelelangan yang tidak wajar dan tidak taat azas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau dalam rangka kerjasama pemerintah/BUMN/BUMD dengan swasta.
b. Fasilitas kredit, pajak, bea masuk dan cukai yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku atau membuat aturan/keputusan untuk itu secara eksklusif.
c. Penetapan harga penjualan atau ruislag yang menyimpang.
Suatu analisa menarik dilontarkan oleh John Girling bahwa korupsi sebenarnya mewakili persepsi yang normatif dari ekses kapitalisme, yaitu kulminasi dari proses yang sistematik dari parktekpraktek kolusi yang terjadi diantara elite politik dan pelaku ekonomi, yang melibatkan kepentingan publik dan kepentingan pribadi (swasta). Dengan kata lain, korupsi terjadi pada saat pelaku ekonomi mencoba memanfaat kekuasaan yang dimiliki oleh elite politik untuk mengejar keuntungan (profit), di luar proses yang sebenarnya. Sementara elite politik sendiri memanfaatkan hubungan tersebut untuk membiayai dirinya sendiri atau bahkan membiayai praktek politik yang dilakukannya.
Konsep demokrasi modern dan kapitalisme telah melahirkan kontradiksi antara kepentingan birokrasi pemerintahan yang harus melayani kepentingan umum dengan perkembangan dan intervensi kepentinngan pasar. Di satu sisi, dengan mandat atas nama rakyat yang diperoleh oleh sistem pemerintahan demokratik, maka ia harus mengedepankan kepentingan rakyat secara umum. Sementara perkembangan kapitalisme, yang juga berkepantingan terhadap birokrasi modern, berbanding terbalik dengan kepentingan umum. Akumulasi modal yang menjadi logika dasar dari kapitalisme mengharuskan adanya kontrol pasar dan jalur distribusi.
Maka untuk meraih kepentingan tersebut tak jarang para pengusaha menggunakan jalur birokrasi publik untuk kepentingan mereka. Inilah yang dikenal sebagai kolusi, yang merupakan bentuk akomodasi normal antara kepentingan politik dan ekonomi. Kolusi merupakan bentuk pra-kondisi dari korupsi. Sudah barang tentu pelaku ekonomi memperoleh manfaat keuntungan ekonomi dari hubungan tersebut. Sementara para elite politik memperoleh keuntungan untuk membiayai kepentingankepentingan politik yang akan mereka raih.
Lantas bagaimana korupsi itu dipraktekkan?
Menurut Onghokham ada dua dimensi dimana korupsi bekerja. Dimensi yang pertama terjadi di tingkat atas, dimana melibatkan penguasa atau pejabat tinggi pemerintahan dan mencakup nilai uang yang cukup besar. Para diktator di Amerika Latin dan Asia Tenggara misalnya berhasil mengumpulkan uang jutaan dollar dari sumber alam dan bantuan luar negeri.
Sementara itu dalam dimensi yang lain, yang umumnya terjadi di kalangan menengah dan bawah, biasanya bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat atau orang banyak. Korupsi yang terjadi di kalangan menengah dan bawah acap menghambat kepentingan kalangan menengah dan bawah itu sendiri, sebagai contoh adalah berbelitnya proses perizinan, pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), proses perizinan di imigrasi, atau bahkan pungutan liar yang dilakukan oleh para polisi di jalan-jalan yang dilalui oleh kendaraan bisnis, dan lain sebagainya.
Sejarah sendiri mencatat bahwa Perang Diponegoro, yang terjadi pada tahun 1825-1830, muncul akibat protes rakyat terhadap perbuatan pejabat-pejabat menengah, seperti Demang atau Bekel, dalam soal pungutan pajak, pematokan tanah untuk jalan tol, dan khususnya pungutan-pungutan yang dilakukan oleh para pejabat yang bertanggungjawab terhadap pintu gerbang tol.
2. Definisi Etika dan Etika Bisnis di Indonesia
Sonny Keraf membagi pengertian etika menjadi dua, yaitu:
a. Etika sebagai Moralitas, Etika (Yunani=ethos) = kebiasaan hidup / adat istiadat, berkaitan dengan nilai-nilai. Moralitas (latin=mos)=adat / kebiasaan.n Jadi etika adalah suatu sitem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup yg terwujud dalam pola perilaku ajeg dan terulang dalam kurun waktu lama sebagai kebiasaan.
b. Etika sebagai ilmu , yaitu ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian diatas.
Bagaimana posisi teori Etika Bisnis dalam kancah dunia bisnis di Indonsesia? Etika bisnis sendiri sesungguhnya merupakan aplikasi dari etika pribadi para pelaku bisnis itu sendiri dalam dunia usaha. Sonny Keraf dalam bukunya ”Etika Bisnis” menyatakan bahwa dalam tingkat tertentu etika lalu menjadi sebuah ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkaitan dengan seluruh bidang dan aspek kehidupan manusia.
Etika bisnis menjadi semakin penting ketika sistem perekonomian sendiri memberikan tempat bagi adanya perdagangan bebas, persaingan harga dan monopoli perdagangan. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom.
Dalam bukunya yang berjudul ” Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya”, DR. A. Sonny Keraf membagi etika dalam tiga norma umum yaitu : Norma sopan santun, norma hukum dan ketiga adalah norma moral. Rendahnya etika para pelaku bisnis terjadi karena rendahnya pemahaman dari norma – norma umum yang sangat mendasar tersebut. Etika adalah suatu yang terbentuk dari proses yang cukup panjang, bahkan sepanjang dari usia seseorang itu sendiri. Etika adalah pelajaran yang di peroleh seseorang mulai dari lahir, sampai tingkat dewasa.
Jadi untuk mendapatkan suatu hasil yang baik dari wujud etika dari seseorang harus mulai di pupuk dari usia kecil. Pelajaran tentang norma-norma dasar harus mulai ditanamkan mulai dari anak usia balita dan berkesinambungan sampai usia dewasa. Dari usia diman ia belum bisa membedakan mana benar – mana salah,sampai dengan usia dimana ia dapat membedakan mana yang benar mana yang salah.
Sonny Keraf juga membagi etika berbisnis dalam beberapa prinsip al.
a. Prinsip Otonomi, adalah sikap dan kemampuan menusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya paling baik untuk dilakukan.
b. Prinsip Kejujuran, dalam mengikat perjanjian dan kontra k tertentu, senmua pihak (pelaku bisnis dalam hal ini) secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak secara tulus dan jujur dalam membuat perjanjian dan kontrak dan lebih dari itu serius serta tulus dan jujur melaksanakan janjinya.
c. Prinsip Keadilan, yang menuntut agar setiap orang diperlakukan dengan sama sesuai dengan peraturan yang adil dan sesuai dengan kriteria rasional obyektif yang dapat dipertanggungjawabkan.
d. Prinsip saling menguntungkan, menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga meguntungkan semua pihak.
e. Integritas Moral, dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar ia perlu menjalankan perusahaan bisnis dengan tetap menjalankan nama baiknya atau nama perusahaannya.
PEMBAHASAN
Mengapa para pelaku kejahatan masih saja berani menyimpang dan berbuat curang dalam kegiatan bisnisnya? Jika ditelusur dari sudut pandang etika bisnis, akar dari semua permasalahan praktek KKN yang melanda dunia perbankan saat ini adalah adanya krisis moral yang sudah begitu parah. Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis .
Seberapapun kuatnya sanksi yang diberikan tak akan mampu membuat gentar para penjahat. UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi yang diancamkan. Pasal 49 ayat 1 dengan tegas menyatakan : “Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a.) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, b.) menghilangkan atau tiidak memasukkan atau menyebabkan ttidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c.) mengubah, atau menghilangkan , menyembunyikan menghapus atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam leporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubahh , mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut; diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima ) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000 (dua ratus miliar ).
Bagi beberapa orang, keberadaan UU serta sanksi hukum yang diancamkan mungkin saja tidak begitu menakutkan. Jika menilik catatan kasus – kasus sebelumnya ,pelaku yang berhasil tertangkap nyata – nyata tidak diproses secara tegas. Sulitnya menguak dan membuktikan tindak kejahatan perbankan yang melibatkan orang dalam juga menjadi kendala tersendiri.
Seberapapun ketatnya pengawasan akan selalu dicari celah-celah untuk bisa berbuat kecurangan demi keuntungan diri sendiri. Sistem audit yang ada baik internal perusahaan maupun ekternal sudah sedemikian ketatnya mengawasi kegiatan perbankan, namun ada saja celah yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku untuk mengambil keuntungan.. Petugas auditor juga tidak bisa selamanya 24 jam bisa mengawasi operasional bank. Hal ini dimanfaatkan oleh para pelaku yang sudah berpengalaman operasional untuk melaksanakan aksinya selama bertahun- tahun dan merugikan perusahaan dan negara triliunan rupiah.
Jadi , jika dilihat dari nilai konsep etika bisnis, etika seseorang pelaku bisnis dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika di masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh bukan seorang pelaku bisnis. Jika para pelaku bisnis sudah memiliki bekal etika bawaan sebagai seorang yang berbudi luhur, maka bisa diharapkan dunia bisnis akan di huni oleh orang – orang yang jujur, dan sangat menghargai kepercayaan orang lain yang di berikan kepadanya. Dunia bisnis akan sangat kondusif, tanpa di nodai oleh praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan , antara lain:
1. Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis.
2. Etika seseorang dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika dirinya masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh.
Sumber : http://organisasi.org/praktek-kkn-korupsi-kolusi-dan-nepotisme-di-indonesia-dilihat-dari-sudut-pandang-etika-bisnis
Sebutlah kasus penyelewengan dana BLBI yang sampai saat ini sudah berlangsung hampir 10 tahun tidak selesai. Para tersangka pelakunya masih ada yang menghirup udara bebas, dan bahkan ada yang di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan aktivitas bisnisnya. Yang lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang melibatkan salah satu pejabat Jampidsus baru- baru ini.
Kasus perbankan lain yang cukup menarik perhatian masyarakat adalah LC fiktif yang merugikan Negara sampai 1.7 Triliun, jumlah uang yang cukup fenomental jika dilihat dari jumlah pelaku yang beberapa gelintir saja. Ini lebih besar dari laba bersih setahun yang bisa diraih BNI tahun 2004.
Peraturan yang mengatur bisnis perbankan sudah cukup lengkap. Sebut saja UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi yang diancamkan. Sistem audit baik Internal maupun eksternal juga sudah sedemikian lengkap mengatur pengawasan operasional perbankan. Namun masih saja bisa di cari-cari celah untuk melakukan penyimpangan.
Informasi dari berbagai media menyatakan bahwa jumlah para pelaku kejahatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dari kalangan pebisnis di Indonesia masih cukup banyak. Padahal sudah banyak Undang – undang dan aturan yang merupakan rambu–rambu yang mengatur tentang kegiatan usaha . Pertanyaannya adalah, mengapa para pelaku kejahatan masih saja berani menyimpang dan berbuat curang dalam kegiatan bisnisnya?
1. Seputar Definisi Korupsi
Korupsi adalah persoalan klasik yang telah lama ada. Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Menurut Onghokham pemisahan keuangan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan kata lain korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal. Konsepsi mengenai korupsi baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan pribadi dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya.
Prinsip ini muncul di Barat setelah adanya Revolusi Perancis dan di negara-negara Anglo-Sakson, seperti Inggris dan Amerika Serikat, timbul pada permulaan abad ke-19. Sejak itu penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal keuangan, dianggap sebagai tindak korupsi.
Demokrasi yang muncul di akhir abad ke-18 di Barat melihat pejabat sebagai orang yang diberi wewenang atau otoritas (kekuasaan), karena dipercaya oleh umum. Penyalahgunaan dari kepercayaan tersebut dilihat sebagai penghianatan terhadap kepercayaan yang diberikan. Konsep demokrasi sendiri mensyaratkan suatu sistem yang dibentuk oleh rakyat, dikelola oleh rakyat dan diperuntukkan bagi rakyat.
Konsep politik semacam itu sudah barang tentu berbeda dengan apa yang ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dalam konsep kekuasaan tradidonal raja atau pemimpin adalah negara itu sendiri. Ia tidak mengenal pemisahan antara raja dengan negara yang dipimpinnya. Seorang raja atau pemimpin dapat saja menerima upeti dari bawahannya atau raja menggunakan kekuasaan atau kekayaan negara guna kepentingan dirinya pribadi atau keluarganya.
Perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai korupsi, kekuasaan politik yang ada di tangan raja bukan berasal dari rakyat dan ia rakyat sendiri menganggap wajar jika seorang raja memperoleh manfaat pribadi dari kekuasaannya tersebut.
Pengertian korupsi dalam arti modern baru terjadi kalau ada konsepsi dan pengaturan pemisahan keuangan pribadi dan sebagian pejabat sangat penting, sebab seorang raja tradisional tidak dianggap sebagai koruptor jika menggunakan uang negara, karena raja adalah negara itu sendiri. Namun secara tidak sadar sebenarnya konsepsi tentang anti korupsi sudah ada sejak lama, bahkan sebelum pemisahan kekuasaan politik secara modern dikenal. Justru dimana tidak adanya pemisahan antara keuangan dari raja/pejabat negara dengan negara itulah yang memunculkan konsepsi anti korupsi.
Dengan demikian korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Definisi ini hampir sama artinya dengan definisi yang dilontarkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Menko Wasbang tentang menghapus KKN dari perekonomian nasional, tanggal 15 Juni 1999, pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut meliputi:
a. Pelaksanaan pelelangan yang tidak wajar dan tidak taat azas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau dalam rangka kerjasama pemerintah/BUMN/BUMD dengan swasta.
b. Fasilitas kredit, pajak, bea masuk dan cukai yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku atau membuat aturan/keputusan untuk itu secara eksklusif.
c. Penetapan harga penjualan atau ruislag yang menyimpang.
Suatu analisa menarik dilontarkan oleh John Girling bahwa korupsi sebenarnya mewakili persepsi yang normatif dari ekses kapitalisme, yaitu kulminasi dari proses yang sistematik dari parktekpraktek kolusi yang terjadi diantara elite politik dan pelaku ekonomi, yang melibatkan kepentingan publik dan kepentingan pribadi (swasta). Dengan kata lain, korupsi terjadi pada saat pelaku ekonomi mencoba memanfaat kekuasaan yang dimiliki oleh elite politik untuk mengejar keuntungan (profit), di luar proses yang sebenarnya. Sementara elite politik sendiri memanfaatkan hubungan tersebut untuk membiayai dirinya sendiri atau bahkan membiayai praktek politik yang dilakukannya.
Konsep demokrasi modern dan kapitalisme telah melahirkan kontradiksi antara kepentingan birokrasi pemerintahan yang harus melayani kepentingan umum dengan perkembangan dan intervensi kepentinngan pasar. Di satu sisi, dengan mandat atas nama rakyat yang diperoleh oleh sistem pemerintahan demokratik, maka ia harus mengedepankan kepentingan rakyat secara umum. Sementara perkembangan kapitalisme, yang juga berkepantingan terhadap birokrasi modern, berbanding terbalik dengan kepentingan umum. Akumulasi modal yang menjadi logika dasar dari kapitalisme mengharuskan adanya kontrol pasar dan jalur distribusi.
Maka untuk meraih kepentingan tersebut tak jarang para pengusaha menggunakan jalur birokrasi publik untuk kepentingan mereka. Inilah yang dikenal sebagai kolusi, yang merupakan bentuk akomodasi normal antara kepentingan politik dan ekonomi. Kolusi merupakan bentuk pra-kondisi dari korupsi. Sudah barang tentu pelaku ekonomi memperoleh manfaat keuntungan ekonomi dari hubungan tersebut. Sementara para elite politik memperoleh keuntungan untuk membiayai kepentingankepentingan politik yang akan mereka raih.
Lantas bagaimana korupsi itu dipraktekkan?
Menurut Onghokham ada dua dimensi dimana korupsi bekerja. Dimensi yang pertama terjadi di tingkat atas, dimana melibatkan penguasa atau pejabat tinggi pemerintahan dan mencakup nilai uang yang cukup besar. Para diktator di Amerika Latin dan Asia Tenggara misalnya berhasil mengumpulkan uang jutaan dollar dari sumber alam dan bantuan luar negeri.
Sementara itu dalam dimensi yang lain, yang umumnya terjadi di kalangan menengah dan bawah, biasanya bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat atau orang banyak. Korupsi yang terjadi di kalangan menengah dan bawah acap menghambat kepentingan kalangan menengah dan bawah itu sendiri, sebagai contoh adalah berbelitnya proses perizinan, pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), proses perizinan di imigrasi, atau bahkan pungutan liar yang dilakukan oleh para polisi di jalan-jalan yang dilalui oleh kendaraan bisnis, dan lain sebagainya.
Sejarah sendiri mencatat bahwa Perang Diponegoro, yang terjadi pada tahun 1825-1830, muncul akibat protes rakyat terhadap perbuatan pejabat-pejabat menengah, seperti Demang atau Bekel, dalam soal pungutan pajak, pematokan tanah untuk jalan tol, dan khususnya pungutan-pungutan yang dilakukan oleh para pejabat yang bertanggungjawab terhadap pintu gerbang tol.
2. Definisi Etika dan Etika Bisnis di Indonesia
Sonny Keraf membagi pengertian etika menjadi dua, yaitu:
a. Etika sebagai Moralitas, Etika (Yunani=ethos) = kebiasaan hidup / adat istiadat, berkaitan dengan nilai-nilai. Moralitas (latin=mos)=adat / kebiasaan.n Jadi etika adalah suatu sitem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup yg terwujud dalam pola perilaku ajeg dan terulang dalam kurun waktu lama sebagai kebiasaan.
b. Etika sebagai ilmu , yaitu ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian diatas.
Bagaimana posisi teori Etika Bisnis dalam kancah dunia bisnis di Indonsesia? Etika bisnis sendiri sesungguhnya merupakan aplikasi dari etika pribadi para pelaku bisnis itu sendiri dalam dunia usaha. Sonny Keraf dalam bukunya ”Etika Bisnis” menyatakan bahwa dalam tingkat tertentu etika lalu menjadi sebuah ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkaitan dengan seluruh bidang dan aspek kehidupan manusia.
Etika bisnis menjadi semakin penting ketika sistem perekonomian sendiri memberikan tempat bagi adanya perdagangan bebas, persaingan harga dan monopoli perdagangan. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom.
Dalam bukunya yang berjudul ” Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya”, DR. A. Sonny Keraf membagi etika dalam tiga norma umum yaitu : Norma sopan santun, norma hukum dan ketiga adalah norma moral. Rendahnya etika para pelaku bisnis terjadi karena rendahnya pemahaman dari norma – norma umum yang sangat mendasar tersebut. Etika adalah suatu yang terbentuk dari proses yang cukup panjang, bahkan sepanjang dari usia seseorang itu sendiri. Etika adalah pelajaran yang di peroleh seseorang mulai dari lahir, sampai tingkat dewasa.
Jadi untuk mendapatkan suatu hasil yang baik dari wujud etika dari seseorang harus mulai di pupuk dari usia kecil. Pelajaran tentang norma-norma dasar harus mulai ditanamkan mulai dari anak usia balita dan berkesinambungan sampai usia dewasa. Dari usia diman ia belum bisa membedakan mana benar – mana salah,sampai dengan usia dimana ia dapat membedakan mana yang benar mana yang salah.
Sonny Keraf juga membagi etika berbisnis dalam beberapa prinsip al.
a. Prinsip Otonomi, adalah sikap dan kemampuan menusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya paling baik untuk dilakukan.
b. Prinsip Kejujuran, dalam mengikat perjanjian dan kontra k tertentu, senmua pihak (pelaku bisnis dalam hal ini) secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak secara tulus dan jujur dalam membuat perjanjian dan kontrak dan lebih dari itu serius serta tulus dan jujur melaksanakan janjinya.
c. Prinsip Keadilan, yang menuntut agar setiap orang diperlakukan dengan sama sesuai dengan peraturan yang adil dan sesuai dengan kriteria rasional obyektif yang dapat dipertanggungjawabkan.
d. Prinsip saling menguntungkan, menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga meguntungkan semua pihak.
e. Integritas Moral, dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar ia perlu menjalankan perusahaan bisnis dengan tetap menjalankan nama baiknya atau nama perusahaannya.
PEMBAHASAN
Mengapa para pelaku kejahatan masih saja berani menyimpang dan berbuat curang dalam kegiatan bisnisnya? Jika ditelusur dari sudut pandang etika bisnis, akar dari semua permasalahan praktek KKN yang melanda dunia perbankan saat ini adalah adanya krisis moral yang sudah begitu parah. Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis .
Seberapapun kuatnya sanksi yang diberikan tak akan mampu membuat gentar para penjahat. UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah sedemikian detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi yang diancamkan. Pasal 49 ayat 1 dengan tegas menyatakan : “Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a.) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, b.) menghilangkan atau tiidak memasukkan atau menyebabkan ttidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c.) mengubah, atau menghilangkan , menyembunyikan menghapus atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam leporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubahh , mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut; diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima ) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000 (dua ratus miliar ).
Bagi beberapa orang, keberadaan UU serta sanksi hukum yang diancamkan mungkin saja tidak begitu menakutkan. Jika menilik catatan kasus – kasus sebelumnya ,pelaku yang berhasil tertangkap nyata – nyata tidak diproses secara tegas. Sulitnya menguak dan membuktikan tindak kejahatan perbankan yang melibatkan orang dalam juga menjadi kendala tersendiri.
Seberapapun ketatnya pengawasan akan selalu dicari celah-celah untuk bisa berbuat kecurangan demi keuntungan diri sendiri. Sistem audit yang ada baik internal perusahaan maupun ekternal sudah sedemikian ketatnya mengawasi kegiatan perbankan, namun ada saja celah yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku untuk mengambil keuntungan.. Petugas auditor juga tidak bisa selamanya 24 jam bisa mengawasi operasional bank. Hal ini dimanfaatkan oleh para pelaku yang sudah berpengalaman operasional untuk melaksanakan aksinya selama bertahun- tahun dan merugikan perusahaan dan negara triliunan rupiah.
Jadi , jika dilihat dari nilai konsep etika bisnis, etika seseorang pelaku bisnis dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika di masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh bukan seorang pelaku bisnis. Jika para pelaku bisnis sudah memiliki bekal etika bawaan sebagai seorang yang berbudi luhur, maka bisa diharapkan dunia bisnis akan di huni oleh orang – orang yang jujur, dan sangat menghargai kepercayaan orang lain yang di berikan kepadanya. Dunia bisnis akan sangat kondusif, tanpa di nodai oleh praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan , antara lain:
1. Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis.
2. Etika seseorang dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika dirinya masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh.
Sumber : http://organisasi.org/praktek-kkn-korupsi-kolusi-dan-nepotisme-di-indonesia-dilihat-dari-sudut-pandang-etika-bisnis
Minggu, 11 Maret 2012
Hak asasi manusia
3. Hak Asasi manusia
· Pemahaman Tentang Hak Asasi Manusia
Didalam mukadimah Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang telah disetujui oleh Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 217 A (III) tanggal 10 Desember 1948 terdapat pertimbangan–pertimbangan berikut :
1. Menimbang bahwa pengakuan atas martabat yang melekat dan hak–hak yang sama dan tidak terasingkan dari semua anggota keluarga kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian di dunia.
2. Menimbang bahwa mengabaikan dan memandang rendah pada hak–hak asasi manusia telah mengakibatkan perbuatan–perbuatan bengis yang menimbulkan rasa kemarahan dalam hati nurani umat manusia dan bahwa kebebasan berbicara dan agama serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai aspirasi tertinggi dari rakyat jelata.
3. Menimbang bahwa hak–hak manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya tercipta perdamaian.
4. Menimbang bahwa persahabatan antara negara–negara perludianjurkan.
5. Menimbang bahwa negara–negara anggota PBB telah menyatakan penghargaan terhadap hak–hak asasi manusia,martabat penghargaan seorang manusia baik laki–laki dan perempuan serta meningkatkan kemajuan-sosial dan tingkat kehidupan yang lebih baik dalam kemerdekaan yang lebih luas.
6. Menimbang bahwa negara–negara anggota telah berjanji akan mencapai perbaikan penghargaan umum terhadap pelaksanaan hak–hak manusia dan kebebasan asas dalam kerja sama dengan PBB.
7. Menimbang bahwa pengertian umum terhadap hak–hak dan kebebasan ini adalah penting sekali untuk pelaksanaan janji ini secara benar.
BENTUK-BENTUK DEMOKRASI DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
2. Demokrasi
1. Konsep Demokrasi
Demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan (kratein) dari,oleh, dan untuk rakyat(demos). Menurut konsep demokrasi,kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Demos menyiratkan makna diskriminatif atau bukan rakyat keseluruhan, tetapi hanya populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal mengontrol akses ke sumber–sumber kekuasaan dan bisa mengklaim kepemilikan atas hak–hak prerogratif dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan publik atau pemerintahan.
2. Bentuk Demokrasi Dalam Pengertian Sistem Pemerintahan Negara
Ada dua bentuk demokrasi dalam pemerintahan negara,antara lain :
a. Pemerintahan Monarki (monarki mutlak, monarki konstitusional, dan monarki parlementer)
b. Pemerintahan Republik : berasal dari bahasa latin, RES yang artinya pemerintahan dan PUBLICA yang berarti rakyat. Dengan demikian dapat diartikan sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan orang banyak. Menurut John Locke kekuasaan pemerintahan Negara dipisahkan menjadi tiga yaitu :
a. Kekuasaan Legislatif (kekuasaan untuk membuat undang–undang yang dijalankan oleh parlemen)
b. Kekuasaan Eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan undang-undang yang dijalankan oleh pemerintahan)
c. Kekuasaan Federatif (kekuasaan untuk menyatakan perang dan damai dan tindakan-tindakan lainnya dengan luar negeri). Sedangkan kekuasaan Yudikatif (mengadili) merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Kemudian Montesque (teori Trias Politica) menyatakan bahwa kekuasaan negara harus dibagi dan dilaksanakan oleh tiga orang atau badan yang berbeda-beda dan terpisah satu sama lainnya (berdiri sendiri/independent) yaitu :
a. Badan Legislatif (kekuasaan membuat undang–undang)
b. Badan Eksekutif (kekuasaan menjalankan undang–undang)
c. Badan Yudikatif (kekuasaan untuk mengadili jalannyapelaksanaan undang-undang)
Langganan:
Postingan (Atom)