Kamis, 03 Mei 2012

Fungsi dan tanggung jawab mahasiswa sebagai generasi muda dalam meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan


Mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat, dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.
Berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu perlu dirumuskan perihal peran, fungsi, dan posisi mahasiswa untuk menentukan arah perjuangan dan kontribusi mahasiswa tersebut.
1. Peran Mahasiswa
1.1 Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”
Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.
Dalam konsep Islam sendiri, peran pemuda sebagai generasi pengganti tersirat dalam Al-Maidah:54, yaitu pemuda sebagai pengganti generasi yang sudah rusak dan memiliki karakter mencintai dan dicintai, lemah lembut kepada orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap kaum kafir.
Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, dari zaman nabi, kolonialisme, hingga reformasi, pemudalah yang menjadi garda depan perubah kondisi bangsa.
Lantas sekarang apa yang kita bisa lakukan dalam memenuhi peran Iron Stock tersebut ? Jawabannya tak lain adalah dengan memperkaya diri kita dengan berbagai pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan, dan tak lupa untuk mempelajari berbagai kesalahan yang pernah terjadi di generasi-generasi sebelumnya.
Lalu kenapa harus Iron Stock ?? Bukan Golden Stock saja, kan lebih bagus dan mahal ?? Mungkin didasarkan atas sifat besi itu sendiri yang akan berkarat dalam jangka waktu lama, sehingga diperlukanlah penggantian dengan besi-besi baru yang lebih bagus dan kokoh. Hal itu sesuai dengan kodrat manusia yang memiliki keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran.

1.2 Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value”
Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat. Lalu sekarang pertanyaannya adalah, “Nilai seperti apa yang harus dijaga ??” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus melihat mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu berpikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Kita harus memulainya dari hal tersebut karena bila kita renungkan kembali sifat nilai yang harus dijaga tersebut haruslah mutlak kebenarannya sehingga mahasiswa diwajibkan menjaganya.
Sedikit sudah jelas, bahwa nilai yang harus dijaga adalah sesuatu yang bersifat benar mutlak, dan tidak ada keraguan lagi di dalamnya. Nilai itu jelaslah bukan hasil dari pragmatisme, nilai itu haruslah bersumber dari suatu dzat yang Maha Benar dan Maha Mengetahui.
Selain nilai yang di atas, masih ada satu nilai lagi yang memenuhi kriteria sebagai nilai yang wajib dijaga oleh mahasiswa, nilai tersebut adalah nilai-nilai dari kebenaran ilmiah. Walaupun memang kebenaran ilmiah tersebut merupakan representasi dari kebesaran dan keeksisan Allah, sebagai dzat yang Maha Mengetahui. Kita sebagai mahasiswa harus mampu mencari berbagai kebenaran berlandaskan watak ilmiah yang bersumber dari ilmu-ilmu yang kita dapatkan dan selanjutnya harus kita terapkan dan jaga di masyarakat.
Pemikiran Guardian of Value yang berkembang selama ini hanyalah sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada sebelumya, atau menjaga nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, kesigapan, dan lain sebagainya. Hal itu tidaklah salah, namun apakah sesederhana itu nilai yang harus mahasiswa jaga ? Lantas apa hubungannya nilai-nilai tersebut dengan watak ilmu yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa ? Oleh karena itu saya berpendapat bahwa Guardian of Value adalah penyampai, dan penjaga nilai-nilai kebenaran mutlak dimana nilai-nilai tersebut diperoleh berdasarkan watak ilmu yang dimiliki mahasiswa itu sendiri. Watak ilmu sendiri adalah selalu mencari kebanaran ilmiah.
Penjelasan Guardian of Value hanya sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada juga memiliki kelemahan yaitu bilamana terjadi sebuah pergeseran nilai, dan nilai yang telah bergeser tersebut sudah terlanjur menjadi sebuah perimeter kebaikan di masyarakat, maka kita akan kesulitan dalam memandang arti kebenaran nilai itu sendiri.
1.3 Mahasiswa Sebagai “Agent of Change”
Mahasiswa sebagai Agent of Change,,, hmm.. Artinya adalah mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Lalu kini masalah kembali muncul, “Kenapa harus ada perubahan ???”. Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita pandang kondisi bangsa saat ini. Menurut saya kondisi bangsa saat ini jauh sekali dari kondisi ideal, dimana banyak sekali penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi hati bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnyalah kita melakukan terhadap hal ini. Lalu alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar kita telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun tentunya perubahan yang terjadi akan berbeda dengan ideologi yang kita anut dan kita anggap benar.
Perubahan merupakan sebuah perintah yang diberikan oleh Allah swt. Berdasarkan Qur’an surat Ar-Ra’d : 11, dimana dijelaskan bahwa suatu kaum harus mau berubah bila mereka menginginkan sesuatu keadaan yang lebih baik. Lalu berdasarkan hadis yang menyebutkan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, sedangkan orang yang hari ini tidak lebih baik dari kemarin adalah orang yang merugi. Oleh karena itu betapa pentingnya arti sebuah perubahan yang harus kita lakukan.
Mahasiswa adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan dikarenakan mahasiswa merupakan kaum yang “eksklusif”, hanya 5% dari pemuda yang bisa menyandang status mahasiswa, dan dari jumlah itu bisa dihitung pula berapa persen lagi yang mau mengkaji tentang peran-peran mahasiswa di bangsa dan negaranya ini. Mahasiswa-mahasiswa yang telah sadar tersebut sudah seharusnya tidak lepas tangan begitu saja. Mereka tidak boleh membiarkan bangsa ini melakukan perubahan ke arah yang salah. Merekalah yang seharusnya melakukan perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya kincir angin akan menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif, dan lain sebagainya. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita harus bisa mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan yang diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan hal-hal tersebut.
Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu dilakukan dan kenapa pula mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan tersebut haruslah dibuat metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu diri sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai ke ruang lingkup yang kita harapkan, yaitu bangsa ini.
2. Fungsi Mahasiswa
Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu membentuk manusisa susila dan demokrat yang
  1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
  2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
  3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat
Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu mengembangkan dirinya.
Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan.
Dalam hal insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat, dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.
3. Posisi Mahasiswa
Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa menurut saya tepat bila dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.
Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.
Posisi mahasiswa cukuplah rentan, sebab mahasiswa berdiri di antara idealisme dan realita. Tak jarang kita berat sebelah, saat kita membela idealisme ternyata kita melihat realita masyarakat yang semakin buruk. Saat kita berpihak pada realita, ternyata kita secara tak sadar sudah meninggalkan idealisme kita dan juga kadang sudah meninggalkan watak ilmu yang seharusnya kita miliki. Contoh kasusnya yang paling gampang adalah saat terjadi penaikkan harga BBM beberapa bulan yang lalu.
Mengenai posisi mahasiswa saat ini saya berpendapat bahwa mahasiswa terlalu menganggap dirinya “elit” sehingga terciptalah jurang lebar dengan masyarakat. Perjuangan-perjuangan yang dilakukan mahasiswa kini sudah kehilangan esensinya, sehingga masyarakat sudah tidak menganggapnya suatu harapan pembaruan lagi. Sedangkan golongan-golongan atas seperti pengusaha, dokter, dsb. Merasa sudah tidak ada lagi kesamaan gerakan. Perjuangan mahasiswa kini sudah berdiri sendiri dan tidak lagi “satu nafas” bersama rakyat.

Faktor penyebab terjadinya kerusuhan dan tindak kriminal pada saat ini dan cara mengatasinya



  • DEFINISI KEKERASAN
a.   Kekerasan yang dilakukan perorangan
Perlakuan kekerasan dengan menggunakan fisik (kekerasan seksual), verbal (termasuk menghina), psikologis (pelecehan), oleh seseorang dalam lingkup lingkungannya.
b.   Kekerasan yang dilakukan oleh negara atau kelompok
Menurut Max Weber didefinisikan sebagai "monopoli, legitimasi untuk melakukan kekerasan secara sah" yakni dengan alasan untuk melaksanakan putusan pengadilan, menjaga ketertiban umum atau dalam keadaan perang yang dapat berubah menjadi semacam perbuatanan terorisme yang dilakukan oleh negara atau kelompok yang dapat menjadi salah satu bentuk kekerasan ekstrem (antara lain, genosida, dll.).
c.   Tindakan kekerasan yang tercantum dalam hukum publik
Yakni tindakan kekerasan yang diancam oleh hukum pidana (sosial, ekonomi atau psikologis (skizofrenia, dll.)).
d.   Kekerasan dalam politik
Umumnya pada setiap tindakan kekerasan tersebut dengan suatu klaim legitimasi bahwa mereka dapat melakukannya dengan mengatas namakan suatu tujuan politik (revolusi, perlawanan terhadap penindasan, hak untuk memberontak atau alasan pembunuhan terhadap raja lalim walaupun tindakan kekerasan dapat dibenarkan dalam teori hukum untuk pembelaan diri atau oleh doktrin hukum dalam kasus perlawanan terhadap penindasan di bawah tirani dalam doktrin hak asasi manusia.
e.   Kekerasan simbolik (Bourdieu, Theory of symbolic power)
merupakan tindakan kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan secara struktural dan kultural (Johan Galtung, Cultural Violence) dalam beberapa kasus dapat pula merupakan fenomena dalam penciptaan stigmatisasi.
Kekerasan antara lain dapat pula berupa pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan - hingga batas tertentu - kepada binatang dan harta-benda. Istilah "kekerasan" juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.
Sejak Revolusi Industri, kedahsyatan peperangan modern telah kian meningkat hingga mencapai tingkat yang membahayakan secara universal. Dari segi praktis, peperangan dalam skala besar-besaran dianggap sebagai ancaman langsung terhadap harta benda dan manusia, budaya, masyarakat, dan makhluk hidup lainnya di muka bumi.
Secara khusus dalam hubungannya dengan peperangan, jurnalisme, karena kemampuannya yang kian meningkat, telah berperan dalam membuat kekerasan yang dulunya dianggap merupakan urusan militer menjadi masalah moral dan menjadi urusan masyarakat pada umumnya.
Transkulturasi, karena teknologi moderen, telah berperan dalam mengurangi relativisme moral yang biasanya berkaitan dengan nasionalisme, dan dalam konteks yang umum ini, gerakan "antikekerasan" internasional telah semakin dikenal dan diakui peranannya.
  • Faktor-faktor Pemicu Tindakan Kriminal dan Kekerasan
Ada beberapa hal yang mempengaruhi para pelaku dalam melakukan tindakan kriminali dan kekerasan. Faktor ekonomi mungkin yang paling berpengaruh dalam terjadi tindakan kriminal dan keadaan ini akan semakin parah pada saat tertentu seperti misalnya pada Bulan Puasa (Ramadhan) yang akan mendekati Hari Raya Idul Fitri. Pada saat ini kebutuhan masyarakat akan menjadi sangat tinggi baik primer maupun skunder dan sebagian orang lain mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutahannya dengan melakukan tindakan kriminal dan bahkan disertai dengan tindakan kekerasan.  Dan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi terjadinya tindakan kriminal dan kekerasan antara lain sebagai berikut :
1.   Pertentangan dan persaingan kebudayaan
      Hal ini dapat memicu suatu tindakan kriminal yang mengacu pada kekerasan bermotif SARA (Suku, Agama, Ras, Aliran) seperti yang terjadi pada kerusuhan di Sampit antara orang Madura dan orang Kalimantan
2.   Kepadatan dan komposisi penduduk
      Seperti yang terjadi di kota Jakarta, karena kepadatan dan komposisi penduk yang sangat padat dan sangat padat di suatu tempat mengakibatkan meningkatnya daya saing, tingkat strees, dan lain sebagianya yang berpotensi mengakibatkan seseorang atau kelompok untuk berbuat tindakan kriminal dan kekerasan.
3.   Perbedaan distribusi kebudayaan
Distribusi kebudayaan dari luar tidak selalu berdampak positif bila diterapkan pada suatu daerah atau negara. Sebagai contoh budaya orang barat yang menggunakan busana yang mini para kaum wanita, hal ini akan menggundang untuk melakukan tindakan kriminal dan kekerasan seperti pemerkosaan dan perampokan. 
4.   Mentalitas yang labil
      Seseorang yang memiliki mentalitas yang labil pasti akan mempunyai jalan pikiran yang singkat tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi. Layaknya seorang preman jika ingin memenuhi kebutahannnya mungkin dia hanya akan menggunakan cara yang mudah, seperti meminta pungutan liar, pemerasan dan lain sebagainya.
5.   Tingkat penganguran yang tinggi
      Dikarenakan tingkat penganguran yang tinggi maka pendapatan pada suatu daerah sangat rendah dan tidak merata. Hal ini sangat memicu seseorang atau kelompok untuk melakukan jalan pintas dalam memenuhi kebutahannya dan mungkin dengan cara melakukan tindak kriminal dan kekerasan.
Namun selain faktor-faktor di atas tindakan kriminal dan kekerasan dapat terjadi jika ada niat dan kesempatan. Maka tindak kriminal dan kekerasan dapat dilakukan oleh siapa, tidak hanya oleh preman atau perampok, bahkan dapat dilakukan oleh orang yang paling dekat bahkan orang yang paling dipercaya.
  • Dampak Dari Tindakan Kriminal dan Kekerasan
Setiap perbuatan pasti memiliki dampak dari perbuatannya. Termasuk juga dalam tindakan kriminal dan kekerasan yang pasti akan berdampak negatif  seperti :
1. Merugikan pihak lain baik material maupun non material
2. Merugikan masyarakat secara keseluruhan
3. Merugikan Negara
4. Menggangu stabilitas keamanan masyarakat
5. Mangakibatkan trauma kepada para korban
Dengan kata lain dampak dari fenomena tindakan kriminal dan kekerasan ini adalah mengakibatkan kersahaan dimasyarakat dan peran penegak hukum seperti polisi akan sangat diandalkan untuk menangulanginya, namun peran masyarakat juga akan sangat membantu para polisi dalam menangulangi seperti memberikan informasi dan pengamanan lingkungan sekitarnya dengan melakukan siskamling (sistem keamanan lingkungan) yang terintregasi dengan tokoh masyarakat dan polisi.
  • Ruang Lingkup Tindakan Kriminal
Dalam melakukan tindakan kriminal biasanya dilakukan di  tempat keramaian di mana banyak orang. Karena semakin banyak kesempatan untuk melakukan tindakan kriminal. Tempat-tempat yang biasanya terdapat preman antara lain sebagai berikut :
  1. Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan salah satu tempat perekonomian berjalan, karena di dalam pasar terdapat penjual dan pembeli yang melakukan transaksi jual beli. Preman memandang ini sebagai lahan untuk melakukan tindakan kriminalitas karena banyak orang membawa barang berharga. Ataupun melakukan pungutan liar kepada lapak-lapak pedagang.
  1. Terminal Bus
Merupakan tempat yang  banyak orang berdatangan ke terminal bus untuk menuju tempat tujuan, hal ini digunakan  untuk melakukan tindak kriminal pada para penumpang bus maupun para supir bus.
  1. Stasiun Kereta Api dan Gerbong Kereta
Stasiun kereta api merupakan tempat yang sangat rampai pada  jam berangkat dan jam pulang kerja, begitu pula yang terjadi di dalam gerbong kereta api. Setiap gerbong kereta api pasti akan selalu padat bahkan hingga atap kereta api. Diantara ratusan penumpang kereta api pasti terselip beberapa preman yang beraksi di stasiun maupun di dalam gerbong kereta api. Hal ini biasanya terdapat di kereta api ekonomi.
  1. Pelabuhan
Pelabuhan merupakan tempat penyeberangan antar pulau. Disini terdapat manusia, bus, dan truk yang akan menyeberang. Hal ini dilirik untuk melakukan tindakan kriminal, biasanya melakukan tindak krimanal dengan cara pembiusan atau hipnotis kepada penumpang kapal, dan melakukan pungutan liat kepada bus dan truk yang akan memasuki pelabuhan.
  1. Jalan Raya
Merupakan tempat umum yang hampir tidak pernah sepi, biasanya pelaku melakukan tindak krimanal pada persimpangan jalan yang tidak ada pengamanan dari polisi, dimana mobil terhenti pada lampu lalu lintas. Biasanya hal ini dilakukan pada malam hari.
Pada saat ini banyak para pelaku melakukan tindakan kriminal secara berkelompok, namun ada juga yang masih melakukan tindakan kriminal secara individu. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan tindakan kriminal dan para pelaku terbagi atas wilayah kekuasaan yang telah terbagi dan terorganisasi. Setiap wilayah terdapat seorang pemimpin yang mengkoordinasikan para anak buahnya dalam melakukan tindakan kriminal. Khusus tindakan pungutan liar setiap wilayah wajib menyetorkan hasilnya kepada pimpinannya yang kemudian disetorkan kepada oknum. Hal ini dilakukan agar para pelaku tindak kriminal dapat perlindungan dan wewenang dalam satu wilayah.
  • Solusi Penyelesaian Masalah
Setiap permasalahan pasti ada cara untuk mengatasinya dan ada beberapa cara untuk mengatasi tindak kriminal dan kekerasan, diantaranya sebagai berikut :
1.   Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat. Hal ini akan sangat ampuh untuk memberikan efek jera kepada para pelaku agar tidak mengulangi kembali tindakannya
2.   Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak. Dikarenakan hal ini merupakan dari pencegahan sejak dini untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal dan mencegah menjadi pelaku tindakan kriminal.
3.   Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai budaya bangsa sendiri. Karena setiap budaya luar belum tentu baik untuk budaya kita, misalnya berbusana mini, berprilaku seperti anak punk, dan lain sebagainya.
4.   Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural , seperti sekolah , pengajian dan organisasi masyarakat.
5.   Melakukan pelatihan atau kursus keahlian bagi para pelaku tindak kriminal atau penganguran agar memiliki keterampilan yang dapat dilakukan untuk mencari lapangan pekerjaan atau melakukan wirausaha yang dapat membuka lapangan kerja baru.
Solusi ini akan berjalan baik bila peran serta pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi permasalahan ini. Dan semua pihak harus melakukan rekonsiliasi untuk memulihkan ekonomi terutama dengan masyarakat kelas bawah dan harus diingat bahwa kemerosotan ekonomi mengakibatkan tingkat kejahatan meningkat.
Selain itu, perlu juga mempolisikan masyarakat. Artinya, ada fungsi pengamanan dan pencegahan kejahatan yang dijalankan oleh masyarakat. Kondisi sekarang sangat memprihatinkan; masyarakat seolah tidak peduli apabila terjadi kejahatan di sekelilingnya, bahkan di depan matanya, sikap tak acuh masyarakat itu dalam kerangka psikologi sosial dapat dipahami. dalam masyarakat modern telah ada semacam share of responsibility. Tugas keamanan telah diambil alih oleh agen-agen formal, yakni polisi itu sendiri. Dalam kerangka itu juga dapat difahami jika kita tidak lagi bisa berharap pada lembaga informal seperti tokoh masyarakat untuk mengendalikan keamanan karena peran-peran institusi informal telah diruntuhkan oleh pemerintah.
  •  Mencegah Tindakan Kriminal dan Kekerasan
Ada baiknya mencegah dari pada mengalami tindakan kriminal dan kekerasan. Berikut beberapa cara untuk mencegah atau menghindari tindakan kriminal dan kekerasan :
1.            Tidak memakai perhiasan yang berlebih
2.      Jangan mudah percaya kepada orang baru dikenal
3.      Tidak berpenampilan terlalu mencolok
4.      Bila berpergian ada baiknya tidak sendirian
5.      Menguasai ilmu bela diri
Sumber : http://biantri.blogspot.com/2012/04/faktor-faktor-penyebab-terjadinya.html


PERATURAN-PERATURAN TENTANG KEIMIGRASIAN


Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian menyatakan, bahwa keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia. Terkait pernyataan diatas, masuk atau keluarnya subjek keimigrasian dalam hal ini adalah orang yang masuk ke wilayah atau pun orang yang akan keluar wilayah Negara Republik Indonesia, baik Warga Negara Indonesia (WNI) ataupun Warga Negara Asing (WNA). Dan terkait hal tersebut, negara kita memiliki prosedur atau tatacara tersendiri sebagaimana yang diatur dalam peraturan mengenai Keimigrasian, berikut dibawah ini penjelasannya:
I. MASUK WILAYAH INDONESIA
Bagi setiap Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing yang akan menggunakan haknya untuk melakukan perjalanan ke luar negeri maupun kembali masuk ke Negara Indonesia, dalam Undang-Undang Keimigrasian telah diatur kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, antara lain adalah :
  • Tanda Bertolak;
  • Surat Perjalanan Republik Indonesia dalam hal melakukan perjalanan ke luar negeri;
  • Surat Izin masuk kembali ke wilayah Indonesia.
Secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan telah diatur kewajiban Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang akan memasuki walayah Indonesia, yakni sebagai berikut :
  1. Untuk Warga Negara Indonesia yang akan masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia, maka mereka diwajibkan untuk :
    1. Memiliki surat perjalanan yang sah dan masih berlaku;
    2. Memiliki lembar E/D, dan
    3. Pemeriksaan keimigrasian di tempat pemeriksaan imigrasi
  2. Untuk Warga Negara Asing yang mau masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia, maka mereka diwajibkan untuk:
    1. Memiliki surat perjalanan yang sah dan masih berlaku;
    2. Memiliki Visa yang masih berlaku, kecuali orang yang tidak diwajibkan memiliki Visa, dan
    3. Memiliki lembar E/D, kecuali bagi pemegang kartu elektronik.
Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia harus melalui pemeriksaan keimigrasian di tempat pemeriksaan oleh petugas imigrasi, dan lebih lanjut pemeriksaan keimigrasian diatur sebagai berikut :
  1. Pemeriksaan Keimigrasian Warga Negara Indonesia yang akan masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia meliputi:
    1. Memeriksa Surat Perjalanannya dan mencocokkan dengan pemegangnya
    2. Memeriksa pengisian lembar E/D;
    3. Memeriksa nama yang bersangkutan dalam daftar penangkalan.
  2. Pemeriksaan Keimigrasian Warga Negara Asing yang akan masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia meliputi:
    1. Memeriksa Surat Perjalanannya dan mencocokkan dengan pemegangnya;
    2. Memeriksa visa bagi orang asing bagi mereka yang diwajibkan memiliki visa;
    3. Memeriksa pengisian lembar E/D;
    4. Memeriksa nama yang bersangkutan dalam daftar penangkalan.
Dalam  hal yang dianggap perlu dapat dilakukan juga pemeriksaan sebagai berikut :
  1. Tiket untuk kembali atau untuk meneruskan perjalanan ke negara lain;
  2. Keterangan mengenai jaminan hidup selama berada di Indonesia; atau
  3. Keterangan kesehatan bagi negara yang terkena wabah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, petugas imigrasi dapat memberi keputusan sebagai berikut :
  1. Menolak pemberian ijin masuk (penolakan) karena dianggap tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut di atas; atau
  2. Memberikan ijin masuk karena telah memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah disebutkan diatas atau untuk yang telah memiliki ijin masuk kembali, masih berlaku ijinnya.
Terkait penolakan pihak keimigrasian, dalam hal pihak asing tersebut :
  1. Tidak memiliki Surat Perjalanan yang sah atau tidak berlaku;
  2. Tidak memiliki Visa, kecuali yang tidak diwajibkan memiliki Visa sebagaimana yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang nomor 9 tahun 1992, yakni ”orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki Visa E;
  3. Menderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum;
  4. Memberikan keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Surat Perjalanan dan/ atau Visa.
II. KELUAR WILAYAH INDONESIA
Sebagaimana halnya dengan ketentuan yang harus dipenuhi dalam memasuki wilayah Indonesia, maka untuk keluar wilayah dari Negara Indonesia juga memiliki ketentuan yang wajib dipenuhi terlabih dahulu, antara lain adalah :
  1. Wajib memiliki tanda bertolak; dan
  2. Wajib memenuhi pemeriksaan keimigrasian oleh Pejabat Keimigrasian ditempat pemeriksaan.
Tanda bertolak adalah tanda tertentu yang diterakan dalam surat perjalanan oleh Pejabat Imigrasi pada saat pemeriksaan bagi setiap orang yang akan meninggalkan Indonesia. Tanda bertolak ini diberikan setelah dinyatakan tidak ada masalah atau telah memenuhi ketentuan kewajiban sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun bentuk dari tanda bertolak dan ijin masuk ini berupa :
  1. Cap ijin masuk atau cap tanda bertolak;
  2. Lembaran atau kartu biasa yang dilekatkan atau dilampirkan pada surat perjalanan;
  3. Kartu elektronik.
Dan bagi setiap orang, baik Warga Negara Indonesia ataupun Warga Negara Asing yang akan keluar dari wilayah Negara Indonesia, maka mereka harus memenuhi kewajiban terlebih dahulu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, yang pengaturannya sebagai berikut :
  1. Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan meninggalkan Indonesia wajib:
    1. Memiliki Surat Perjalanan yang sah dan masih berlaku serta mendapat tanda bertolak;
    2. Mengisi lembaran E/D
  2. Warga Negara Asing (WNA) yang akan meninggalkan Indonesia wajib:
    1. Memiliki Surat Perjalanan yang sah dan masih berlaku dan mendapat tanda bertolak;
    2. Memiliki ijin keimigrasian yang masih berlaku;
    3. Memiliki bukti pengembalian dokumen bagi pemegang ijin tinggal terbatas dan ijin tinggal tetap yang akan meninggalkan wilayah Indonesia;
    4. Mengisi kartu E/D Khusus untuk alat angkut udara yang tercatat dalam daftar alat angkut, wajib mengisi kartu E/D dan lembar E/D diganti dengan mengisi lembaran khusus yang telah disediakan.
Lebih lanjut diatur bahwa setiap orang baik WNA dan WNI yang akan keluar wilayah Indonesia diwajibkan melalui pemeriksaan keimigrasian sebagai berikut :
  1. Pemeriksaan WNA yang akan keluar dari wilayah Indonesia dilakukan pemeriksaan keimigrasian dengan cara:
    1. Memeriksa surat perjalanan dan mencocokkan dengan pemegangnya;
    2. Memeriksa nama yang bersangkutan, apakah nama tersebut ada atau masuk kedalam daftar pencegahan;
    3. Memeriksa masa berlaku dari ijin keimigrasian;
    4. memeriksa bukti pengembalian dokumen keimigrasian bagi pemegang ijin tinggal terbatas dan ijin tinggal tetap;
    5. Memeriksa surat pengusiran atau surat pemulangan bagi orang asing yang diusir dari wilayah Negara Republik Indonesia atau dikembalikan ke negara asalnya;
    6. Memeriksa pengisian kartu E/D;
  2. Pemeriksaan WNI yang akan keluar dari wilayah Indonesia dilakukan pemeriksaan keimigrasian dengan cara:
    1. Memeriksa Surat Perjalanan yang sah dan masih berlaku
    2. Memeriksa nama yang bersangkutan, apakah ada dalam daftar pencegahan; dan
    3. Memeriksa pengisian lembaran E/D
Demikian penjelasan singkat mengenai tatacara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang akan masuk atau keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni mengenai Keimigrasian.

Asas-asas untuk menentukan kewarganegaraan dari segi kelahiran & segi perkawinan


Salah satu agenda penting reformasi adalah amandemen konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 yang kemudian dilakukan melalui empat tahap. Perubahan- perubahan itu terlihat didalam hal mengenai warga Negara dan hak asasi manusia. Atas dasar itulah perlu adanya perombakan didalam undang-undang kewarganegaraan Indonesia yang pada akhirnya menghasilkan undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. Terdapat banyak perbedaan dengan peraturan tentang kewarganegaraan Indonesia sebelumnya. Hal ini terkait dengan semakin lengkapnya perlindungan hak asasi manusia didalam UUD 1945 yang oleh karenanya dalam politik hukum kewarganegaraan perlu adanya penyesuaian antara undang-undang kewarganegaraan dengan UUD 1945 yang baru. Perbedaan-perbedaan itu dapat terlihat pada prinsip-prinsip yang digunakan. Dalam politik hukum kewarganegaraan saat ini melakukan perubahan yang revolusioner yang berusaha menghilangkan segala bentuk diskriminasi. Oleh karena ini terjadi perubahan terhadap system kekerabatan yang sebelumnya bersifat patrilineal menjadi ke parental sehingga dengan ini dimungkinkannya terjadinya kewarganegaraan ganda. Kewarganegaraan ganda yang semula tidak diperkenankan dalam politik hukum kewarganegaraan Indonesia karena menganut asas kewarganegaraan tunggal mulai diperlunak dengan diberlakukannya asas kewarganegaraan ganda terbatas yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap anak.

A. ASAS HUKUM KEWARGANEGARAAN

Warga Negara merupakan salah satu hal yang bersifat prinsipal dalam kehidupan bernegara. Tidaklah mungkin suatu Negara dapat berdiri tanpa adanya warga Negara. Setiap Negara mempunyai hak untuk menentukan siapa saja yang dapat menjadi warga negaranya, dalam hal ini setiap Negara berdaulat, hampir tidak ada pembatasan. Namun demikian, suatu Negara harus tetap menghormati prinsip-prinsip umum hukum internasional[1]. Atas dasar inilah diperlukan adanya pengaturan mengenai kewarganegaraan.

Dalam pengaturan mengenai kewarganegaraan itu terdapat beberapa asas-asas yang mendasari hukum kewarganegaraan. Asas kewarganegaraan itu merupakan perdoman dasar bagi suatu Negara untuk menentukan siapakah yang menjadi warga negaranya. Asas kewarganegaraan dapat dilihat dari dua segi yaitu dari segi kelahiran dan segi perkawinan. Dari segi kelahiran terbagi lagi menjadi dua asas yaitu ius soli dan ius sanguinis, sedangkan dari segi perkawinan terbagi lagi menjadi dua asas yaitu asas persamaan derajat dan asas kesatuan hukum.

1. Segi Kelahiran

Pada umumnya penentuan kewarganegaraan dilihat dari segi kelahiran seseorang. Seperti yang disebut diatas,ada dua macam asas kewarganegaran berdasarkan kelahiran, yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah ini berasal dari bahasa latin. Ius berarti hukum, dalil, atau pedoman. Sedangkan soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah. Dengan demikian, ius soli berarti pedoman yang berdasarkan tempat atau daerah. Dalam kaitan dengan asas kewarganegaraan ini, ius soli berarti kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Sementara itu sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian, ius sanguinis berarti pedoman yang berdasarkan darah atau keturunan. Dalam kaitannya dengan asas kewarganegaraan ini, ius sanguinis berarti kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunannya atau orangtuanya.

Dalam praktik setiap Negara pada umumnya penggunaan asas ini dipergunakan secara simultan. Bedanya, ada Negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius sanguinis, dengan ius soli sebagai kekecualian. Sebaliknya, adapula Negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius soli, dengan ius sanguinis sebagai kekecualian. Penggunaan kedua asas ini secara simultan mempunyai tujuan agar status apatride atau tanpa kewarganegaraan (stateless) dapat terhindari. Sebaliknya, karena pelbagai Negara menganut asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran yang berbeda-beda, dapat menimbulkan masalah bipatride atau dwi-kewarganegaraan bahkan multipatride. Contoh terjadinya bipatride karena asas berdasarkan kelahiran sebagai berikut, Negara A menganut asas ius sanguinis, sedangkan Negara B menganut asas ius soli. Maka setiap orang yang lahir di Negara B dari orangtua yang berkewarganegaraan A, akan mempunyai status baik sebagai warganegara B maupun warganegara A. ia memperoleh status warganegara A, karena ia keturunan warga Negara A. ia pun memperoleh status warga Negara B, karena ia lahir dinegara B.

2. Segi Perkawinan

Disamping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga mengenal dua asas yang erat kaitannya dengan masalah perkawinan, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Suatu perkawinan dapat menyebabkan terjadinya perubahan status kewarganegaraan seseorang.

Asas kesatuan hukum bertolak dari hakikat suami-istri ataupun ikatan dalam keluarga. Keluarga merupakan inti masyarakat. Masyarakat akan sejahtera apabila didukung oleh keluarga-keluarga yang sehat dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat suatu keluarga ataupun suami- istri yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Perlu adanya suatu kesatuan yang bulat. Guna mendukung terciptanya kesatuan dalam keluarga, para anggota keluarga harus tunduk pada hukum yang sama. Kesatuan hukum yang sama ini mempermudah dalam permasalahan-permasalahan hukum seperti keperdataan, yaitu pengaturan harta kekayaan,status anak, dan lain-lain. Dengan kata lain, hal ini akan sangat mendukung terciptanya keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga.

Selain asas ini adapula asas persamaan derajat yaitu bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan berubahnya status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik pihak suami maupun pihak istri tetap berkewarganegaraan asal. Kewarganegaraan mereka masing-masing tetap sama seperti sebelum perkawinan berlangsung. Asas ini muncul akibat adanya emansipasi wanita yang mempersamakan derajatnya dengan laki-laki. Asas ini apabila dilihat dari aspek kepentingan nasional berguna untuk menghindari terjadinya penyelundupan hukum.

Seperti halnya penggunaan dua asas kewarganegaraan dari segi kelahiran, penggunaan asas kesatuan hukum dan persamaan derajat yang berlainan dapat menimbulkan status bipatride dan apatride juga.

Seperti yang telah diuraikan diatas, asas-asas dalam hukum kewarganegaraan baik dalam segi kelahiran maupun segi perkawinan semata-mata bertujuan untuk menentukan siapa yang menjadi warga Negara suatu Negara tanpa terjadinya apathride maupun Bipathride walau hal ini pasti akan terjadi karena perbedaan politik hukum kewarganegaraan setiap Negara tidak mungkin ada yang sama. Baik apatride maupun Bipatride merupakan hal yang tidak diinginkan oleh setiap Negara. Dengan apatride seseorang tidak akan mendapatkan kejelasan status hukum, sehingga ia tidak mempunyai kejelasan perlindungan hukum. Sedangkan apabila seseorang bipatride ada dua status hukum yang berlaku terhadap orang itu sehingga ada tumpang tindih hak dan kewajiban antara Negara yang satu dengan yang lainnya maupun hak dan kewajiban orang tersebut terhadap negaranya. Namun dalam perkembangan kewarganegaraan ganda (bipatride) ini mengalami pelunakan dengan alasan memberikan perlindungan terhadap orang tersebut yang berkaitan dengan hak asasinya. Perlunakan ini dapat diberikan terhadap anak-anak yang belum dewasa karena membutuhkan perlindungan yang lebih dari suatu Negara. Hal ini berkaitan dengan status anak tersebut terkait dengan orang tuanya yang terikat didalam suatu keluarga yang merupakan suatu kesatuan,sehingga tercapainya kesatuan hukum dalam keluarga termasuk juga status hukum anak tersebut.